Konsolidasi Organisasi Dalam Membangun Gerakan Bersama (Belajar dari Pengalaman Berjaringan)

Banyak penelitian menyebutkan bahwa sesungguhnya sumber daya hutan Indonesia yang memiliki tingkat keragaman hayati tinggi telah sejak lama dikelola oleh beragam sistem pengelolaan tradisional oleh rakyat. Buku Sejarah Kehutanan Indonesia yang dikeluarkan Departemen Kehutanan pada tahun 1987 menyebutkan bahwa para peneliti Belanda pada akhir abad 18 telah melaporkan tentang keberadaan hutan damar rakyat di Krui, Lampung, hutan kemenyan di Sumatra Utara dan Sumatra Selatan, hutan jati rakyat di Palembang, hutan jati rakyat di Sulawesi dan hutan tengkawang yang dikelola rakyat di Kalimantan Barat. Sistem-sistem tersebut dipengaruhi oleh situasi ekologis dan geografis serta kondisi sosial-budaya. Laporan tentang keberadaan sistem pengelolaan sumberdaya hutan oleh rakyat terus bertambah.

Saat ini diketahui bahwa sistem seperti ini telah lama tumbuh dan berkembang secara mandiri di hampir seluruh wilayah Indonesia. Para peneliti melaporkan bahwa sistem ini bukan saja menjamin kelestarian ekosistem sumberdaya hutan, namun juga berperan penting dalam mendukung sistem sosial budaya masyarakat, bahkan perekonomian tingkat lokal dan regional. Sebagai contoh, ekspor damar dari hutan damar rakyat di Krui diketahui memberikan kontribusi terhadap devisa negara. Bahkan pada awal-awal kemerdekaan masyarakat Krui mampu menyekolahkan putra-putra daerahnya ke Yogyakarta, Jakarta, dan bandung. Walaupun demikian, sistem ini terus mengalami proses peminggiran (marjinalisasi) struktural akibat kebijakan pembangunan dan kebijakan kehutanan yang berbasis pada cara pandang kontrol dan dominasi negara dan cara pandang penambangan kayu yang digagas oleh pemerintah pusat.

Sudah saatnya sistem pengelolaan sumberdaya hutan oleh rakyat dipandang sebagai suatu pendekatan alternatif dalam pengelolaan sumber daya hutan Indonesia. Sistem ini menawarkan nilai-nilai, konsep-konsep, pranata-pranata sosial dan lingkungan, metodologi, teknik, dan ketrampilan inovatif dalam mengelola sumberdaya hutan. Berkaitan dengan semangat tersebut, wakil-wakil masyarakat sipil yang bekerja di perguruan tinggi, lembaga penelitian, instansi pemerintah, perusahaan swasta dan BUMN, LSM, masyarakat adat dan masyarakat lokal yang berdedikasi dan memiliki perhatian besar pada kehutanan masyarakat, telah memulai proses diskusi, kajian, dialog kebijakan, penelitian dan program aksi lapangan yang mendukung pengembangan kehutanan masyarakat. Seirama dengan semangat ini, Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM) didirikan di Yogyakarta pada akhir tahun 1997.

Sejarah Pendirian FKKM

FKKM didirikan pada tanggal 23-24 September 1997, sebagai inisiatif bersama yang dimaklumatkan dan dideklarasikan dalam pertemuan para pihak terkait (multistakeholders) yang diselenggarakan di Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Forum Komunikasi ini didirikan sebagai wadah pertukaran informasi untuk isu kehutanan masyarakat dan kebijakan kehutanan di Indonesia. Diharapkan bahwa wadah ini dapat membantu merumuskan gagasan, program, gerakan menuju pengembangan kehutanan masyarakat di Indonesia.

Visi dan Misi FKKM

Visi FKKM adalah pengelolaan Kehutanan Masyarakat (Community Forestry) harus berdasar pada sistem pengelolaan sumberdaya hutan oleh rakyat melalui organisasi masyarakat yang berlandaskan pada prinsip keadilan, transparansi, pertanggungjawaban, dan keberlanjutan pada aspek ekologi, ekonomi dan sosial-budaya Misi FKKM adalah forum ini harus berperan sebagai pendorong (motivator) gerakan menuju cara pandang kehutanan masyarakat di Indonesia. Untuk mencapai misi ini, FKKM mendukung proses-proses pengembangan kelembagaan kehutanan masyarakat melalui penyebaran informasi, pengembangan konsep, penguatan kapasitas (capacity building), dan perumusan kebijakan kehutanan dalam arti umum dan khusus yang hidup, berasal dan berkembang di tengah masyarakat. Dalam menjalankan misi tersebut di atas, kelompok sasaran yang dituju adalah lembaga akademis, instansi pemerintah, pemerintah daerah, DPRD, perusahaan swasta dan BUMN, penyandang dana, LSM, Masyarakat Adat dan masyarakat lokal. FKKM bersifat dinamis dan selalu melakukan revitalisasi sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan sosio politik yang terjadidi tingkat lokal maupun nasional. Sejak tahun 2000, untuk mewujudkan misi tersebut disepakati oleh seluruh anggota jaringan agar FKKM memberikan fokus kegiatan kearah mendorong desentralisasi, otonomi dan devolusi pengelolaan sumberdaya hutan di daerah Propinsi dan kabupaten, serta ikut dalam upaya-upaya resolusi konflik yang berkaitan dengan sumberdaya alam melalui berbagai peluang yang ada di daerah. Karena irtu FKKM harus pro aktif.

Anggota Jaringan dan Pengurus FKKM

Sebagai forum komunikasi, FKKM membuka kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh pihak terkait (multistaholders) untuk bergabung sebagai anggota jaringan. Sejak didirikan, di dalam FKKM telah bergabung anggota-anggota yang mewakili keragaman kelembagaan (institusi), sebaran geografis, dan keseimbangan gender. Perangkat Organisasi dalam FKKM adalah sebagai berikut : (a) Pengurus FKKM dipilih dalam Pertemuan Reguler. (b) Di tingkat regional, Pengurus FKKM didukung oleh tujuh belas fasilitator wilayah (Faswil) yang masing-masing memfasilitasi berbagai masalah dan kegiatan Kehutanan masyarakat di propinsi dan kabupaten. Wilayah kerja lima belas Fasilitator Wilayah FKKM tersebut meliputi : (1) DKI dan sekitarnya, (2) Jawa Barat, (3) Jawa Tengah, (4) Jawa Timur, (5) DI Yogyakarta, (6) Kalimantan Barat, (7) Kalimantan Timur, (8) Lampung, (9) Jambi, (10) Sumatra Barat, (11) NTB, (12) NTT, (13) Sulawesi Tenggara, (14) Sulawesi tengah, (15) Sulawesi Selatan, (16) Sulawesi Utara, (17) Nangroe Aceh Darussalam ; (c) Faswil bertugas melakukan sosialisasi visi dan misi FKKM dan menyesuaikan gerakan mendorong kehutanan masyarakat seirama dengan temuan dan potensi biofisik, sosial ekonomi dan budaya serta pperkembangan dan dinamika politik wilayah masing-masing. (d) Wujud Fasilitator Wilayah (faswil) berbeda antar propinsi, dan hal tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi yang sudah dimiliki oleh daerah masing-masing.

Strategi Pelibatan Para Pihak

FKKM memiliki prinsip bahwa pemahaman dan pelaksanaan kehutanan masyarakat harus dimiliki oleh semua penggiat dan pencinta lingkungan, serta pengambil kebijakan tentang pengelolaan sumberdaya hutan di Indonesia. Setiap kegiatan tentu dikemas dalam satu program yang sejalan dengan visi dan misinya. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh Faswil maupun oleh pengurus FKKM, pihak departemen kehutanan dan jajarannya di daerah selalu menghadiri dan bertukar fikiran sebagai satu proses belajar bersama. Sadar sepenuhnya bahwa FKKM tentu tidak dapat memenuhi keinginan semua anggota jaringan. Tarik menarik konsep dan kecenderungan kecenderungan gerakan yang di dorong FKKM sangat dipengaruhi oleh frekuensi kehadiran anggota jaringan dalam berbagai meeting yang digelar oleh FKKM di tingkat nasional maupun ditingkat lokal /daerah. Manfaat proses belajar dan tukar menukar informasi sangat cepat dirasakan oleh anggota jaringan yang berasal dari masyarakat, LSM, dan Perguruan Tinggi. Dari pihak pemerintah selalu memberi respon yang terlambat dalam banyak hal dan sukar menerima perubahan. Strategi FKKM menjalankan mendorong gerakan kehutanan masyarakat tersebut melalui 2 tingkatan yang berjalan simultan yaitu : a. strategi nasional melalui keterlibatan aktif seluruh anggota jaringan FKKM dalam mempengaruhi perubahan kebijakan. b. startegi lokal (daerah) melalui dialog dan diskusi secara terus menerus dengan berbagai pihak di tingkat pemerintah daerah dan wakil-wakil rakyat (DPRD). c. strategi pengambilan keputusan ke publik harus mendapat persetujaun dari anggota jaringan, artinya pengurus FKKM tidak boleh mengambil keputusan tanpa persetujuan anggota jaringan. FKKM harus memegang prinsip-prinsip insklusifitas bukan eksklusifitas, dan pro-aktif.

Fasilitasi Anggota Jaringan

Pada dasarnya FKKM ini memang berperanan dalam hal memfasilitasi berbagai proses belajar dari para anggota jaringannya. Dengan demikian sesuai dengan sifatnya forum, maka FKKM memiliki keterbatasan dalam hal mengambil tindakan teknis langsung di lapangan, sebab kesepakatan yang dibangun adalah bahwa kegiatan teknis mendorong dan membuktikan keberadaan kehutanan masyrakat di lapangan adalah dilaksanakan oleh anggota jaringan di berbagai wilayah binaan dan dampingannya. FKKM sebagai forum boleh juga mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan yang sudah masuk katagori operasional, setelah mendapat dukungan dari anggota jaringan. Oleh karena itu fasilitasi FKKM kepada anggota jaringan disinkronkan dengan program kerja FKKM yang diuraikan di bawah ini. a. Pertemuan Reguler b. Penelitian Bersama (Kolaboratif) c. Dialog Kebijakan d. Pengembangan Jaringan Kerja (Networking) e. Informasi dan Publikai f. Studi Banding g. Penguatan Proses Desentralisasi di tingkat Regional

Penutup

Tulisan ini dibuat berdasarkan pengalaman lapangan, dan memang kewajiban FKKM untuk menyebar luaskan berbagai proses belajar yang sudah dicapai. Semua ini menjadi hak publik yang diharapkanmenatangkan manfaat bagi kepentingan masyarakat. Banyak kekuranganyang masih dirasakan oleh FKKM karena pengurus memang dihadapkan pada kondisi yang tidak dapat dihindarkan. Disatu pihak ragam harapan banyak orang kepada FKKM untuk mendorong gerakan kehutanan masyarakat besar, tetapi disisi lain aktivitas setiap faswil juga berbeda, dan perbedaan tersebut cukup mengganggu juga jika tidak diselesaikan. Karena itu selain melaksanakan kegiatan, pengurus FKKM juga melakukan konsolidasi organisasi sehingga strategi pengembangan faswil-faswil di berbagai daerah juga menjadi isu penting di dalam membawa gerbong fkkm tersebut. Harapan kami tulisan singkat berdasarkan pengalaman FKKM ini ada gunanya bagi pembangunan isu-isu dan agenda kerja dari sistem pendidikan lingkungan di Indonesia (JPL). Tantangan dari JPL sesungguhnya terletak pada rendahnya pemahaman lingkungan dari sebagian besar masyarakat pedesaan. Membangkitkan kesadaran , mencintai dan menghargai lingkungan adalah penting, tetapi hal tersebut tidak dapat dijalankan jika “basic need” masyarakat tidak terpenuhi. Oleh karena itu kurikulum lingkungan juga secara sinergis mengajarkan model-model bisnis rakyat yang ramah lingkungan. Semoga pengalaman FKKM ini ada manfaatnya.

Download Full Artikel : konsolidasiorganisasi.pdf

Lembah Nusa, Bogor, 8 November 2001

Post a comment