Salah satu fenomena amat menakjubkan di dunia ini adalah adanya kesadaran dan pengakuan dari masyarakat dunia bahwa demokrasi itu hal yang bersifat universal. Meskipun 100 tahun lalu kebanyak orang di bumi ini belum pernah mendengar apapun tentang demokrasi, sekarang keabsahan etis dan politis sebuah Negara hampir di seluruh dunia diukur dari pada kadar kedemokratisannya. Apa sebenarnya di belakang gejala yang mencengangkan itu? (Suseno, 2005) .
Dalam pengertian sempit demokrasi merupakan sebuah metode politik, sebuah mekanisme untuk memilih pemimpin politik. Menurut Schumpeter metode demokratis adalah penataan kelembagaan untuk sampai pada keputusan politik di mana individu meraih kekuasaan untuk mengambil keputusan melalui perjuangan kompetitif untuk meraih suara. Dalam pengertian yang lebih luas yang oleh Dahl disebut “otonomi demokrasi” membutuhkan pernyataan hak-hak manusia di luar hak memilih untuk memberikan kesempatan yang sama dalam berpartisipasi dan untuk menemukan preferensi pribadi dan pengawasan akhir oleh warga Negara terhadap agenda politik (Sorensen, 2003).
Ada 3 dimensi utama demokrasi politik yaitu : kompetisi, partisipasi, dan kebebasan politik dan sipil. Dengan latar belakang seperti itu, demokrasi politik dapat dilihat sebagai sebuah system pemerintahan yang memenuhi kondisi-kondisi sebagai berikut: (1) kompetisi yang luas dan bermakna di antara individu dan kelompok organisasi (partai politik), dan meniadakan penggunaan kekerasan; (2)tingkat partisipasi politik yang iklusif dalam pemilihan pemimpin dan kebijakan, tidak ada kelompok yang disingkirkan; dan (3) tingkat kebebasan politik dan sipil, kebebasan berpendapat, kebebasan pers, kebebasan berserikat / berorganisasi.
Ada 3 tonggak besar yang mendukung keberadaan Bangsa dan Negara Indonesia yaitu: (1) kemerdekaan bangsa, (2) demokrasi, dan (3) keadilan sosial. Di dalam Negara demokrasi akan mempraktikkan nilai-nilai universal Hak Azasi Manusia (HAM), hak kemerdekaan press, hak menyatakan pendapat dan pikiran, hak memilih anggota parlemen dan presiden, berlandaskan pada nilai kebebasan, hak kebebasan beragama, hak kebebasan kreativitas, persamaan hak perempuan dan laki-laki, dan lain-lain. Kebebasan yang dimaksud adalah yang bertanggung jawab dan bukan kebebasan yang anarkhis, dan menjalankan trias politika (Lubis, 2005) . Pemerintah Indonesia yang merdeka dan berdaulat sejak tahun 1945 salah satunya diilhami oleh perkumpulan Boedi Oetomo (BO) yang lahir sejak tahun 1908. Perkumpulan Boedi Oetomo bersifat non-politik bermaksud ingin mencerdaskan kehidupan anak bangsa yang terjajah. Gerakan non politik ini untuk menjamin keberlanjutan pergerakan kelompok intelektual muda pribumi terjajah agar tidak dicurigai oleh kaum colonial Belanda.
Cita-cita perkumpulan BO untuk mencerdaskan kehidupan bangsa telah dipatrikan dalam pembukaan UUD 1945. Pemerintah Indonesia yang dibentuk harus bekerja keras dan bertekad melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan: (1) memajukan kesejahteraan umum, (2) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (3) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Jika dilihat dari pergerakan Boedi Oetomo dan dari awal kemerdekaan bangsa Indonesia tahun 1945, maka pelaksanaan demokrasi di Indonesia masih belum berhasil memantapkan nilai-nilai demokrasi. Indonesia sudah melalui berbagai macam system pemerintahan dan system politik, demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Pasca-Orde Baru (reformasi ?).
Download Full Artikel : KegagalanDemokratisasiDiIndonesia.pdf