Unit Manajemen Pengelolaan Kehutanan Sosial Melalui Pendekatan Wilayah Kelola Berbasis Masyarakat

Istilah berbasis dan bersama sesungguhnya belum dipahami oleh masing-masing pihak, dan oleh kerena itu sangat beralasan jika kita memerlukan pemahaman yang sama atas prinsip-prinsip dasar dari istilah tersebut di atas. Kesepakatan untuk semua hal memang tidak diperlukan dalam program pemerintah di era otonomi daerah ini, karena akan menghilangkan prinsip-prinsip demokrasi. Tetapi harus pula di ingat bahwa demokrasi sendiri memerlukan nilai-nilai yang disepakati oleh semua pihak yang terlibat dalam proses demokrasi tersebut. Pengelolaan SDABM adalah cerminan dari model demokratisasi pengelolaan sumberdaya alam yang secara prinsip menganut paham: saling menghormati perbedaan pendapat, keragaman budaya, saling menghormati inisiatif para pihak, kebijakan nasional harus didasarkan kepada kultur sosial politik lokal.

Perdebatan pada tataran konsep sudah sangat melelahkan dan cenderung menghabiskan waktu saja. Pengalaman selama 10 tahun terakhir ini semua orang membicarakan persoalan land tenurial right saja, tetapi belum mendatangkan hasil. Karena semua pihak hanya bertahan kepada prinsip masing-masing, pemerintah dengan pendekatan hukum positifnya, dan masyarakat mempertahankan dengan pendekatan teritorial adatnya. Pada saat yang sama SDAH setiap hari mengalami kerusakan dan kemiskinan terus membesar.

Kiranya kita harus punya kiat untuk MEMBUMIKAN konsep Sosial Forestri dengan strategi PSDABM. Cara yang harus dipikirkan ke depan adalah mewujudkan konsep manajemen SF sampai tingkat pengelolaan terkecil. Beberapa alasan untuk mendukung model unit manajemen SF adalah:

  1. kawasan hutan harus segera di tata secara profesional
  2. masyarakat membutuhkan kerjasama dengan pemerintah
  3. tanah kosong dan kritis di Pulau Timor barat cukup luas
  4. manajemen sebagai alat untuk mencapai tujuan sangat diperlukan
  5. di dalam kerangka manajemen SF semua permasalahan secara bertahap diselesaikan

Langkah-langkah mewujudkan unit manajemen SF di Timor Barat adalah :

  1. membangun konsep bahwa SF diterapkan mulai dari skala luas yang kecil sampai skala luas yang layak secara ekonomi dan finansial
  2. menetapkan bahwa kawasan hutan pulau Timor Barat sebagai kawasan hutan pembangunan sesuai dengan tujuan dan strategi yang telah dirumuskan
  3. melakukan penataan kawasan hutan sampai ke tingkat unit manajemen terkecil dengan satuan batas kampung, sub-kampung, tanda-tanda alam, batas wilayah adat, dan batas desa. Penataan batas dilakukan secara partisipatif. Luas unit manajemen SF terkecil sesuai dengan keadaan setempat
  4. kejelasan batas-batas kampung, desa dan batas wilyah adat, dan lain-lain
  5. penataan kelembagaan adat
  6. penataan nilai-nilai adat
  7. melakukan inventarisasi kawasan SDAH, membuat perencanaan hutan daerah dengan sistem SF dan strategi PSDABM jangka pendek, menengah dan jangka panjang
  8. melakukan kegiatan pengelolaan (pemanenan, penanaman, pemerliharaan, pengolahan, dan pemasaran). Pengelolaan SDAH harus membangun manfaat SDA yang multi guna, diversifikasi yang tinggi, nilai ekonomi tinggi dan lestari
  9. mencari dukungan dana masyarakat, pemerintah daerah, pemerintah pusat dan jika perlu bekerjasama dengan negara internasional yang saling menguntungkan
  10. mengembangkan SDM masyarakat dan pemerintah yang sinergi dengan sistem SF dan PSDABM. Perubahan sistem kelembagaan instansi kehutanan secara menyeluruh.

Uraian singkat ini lebih pada upaya yang bersifat challenge bagi pemerintah pusat (dephut) dan pemerintah daerah NTT. Beranikah semua pihak untuk melakukan perubahan sistem dan pendekatan dalam pengelolaan SDAH di Timor barat. Sistem pengelolaan SDAH yang berbasis kayu dan berbasisi negara terbukti gagal dan sudah tidak relevan dengan perkembangan demokrasi dan kebutuhan melakukan konservasi alam. Dalam demokrasi pengelolaan SDAH membangun sistem hukum dan penegakan hukum yang menjamin terselenggaranya demokrasi itu adalah SANGAT PENTING. Oleh karena itu hukum dan peraturan yang dibangun harus mencerminkan keadilan dan keterbukaan yang penuh, tidak lagi ada pihak yang disakiti, dipinggirkan, dan dehumanistik.

Namun demikian, demokrasi juga menghormati ragam perbedaan pendapat antar pihak. Perbedaan pendapat jangan menjadikan gerakan SF sebagai pintu masuk berkembangnya permusuhan antar pihak, karena akan merugikan semua pihak dan merugikan kelestarian SDAH. Pemerintah daerah tidak cukup hanya menunggu peraturan dari pusat, tetapi pemerintah daerah harus kreatif mencari peluang-peluang pengembangan SF yang tipikal dan sesuai dengan lingkungan Pulau Timor barat Sendiri, atau NTT secara keseluruhan. Saya sering mengatakan bahwa desentralisasi dan otonomi daerah harus dijalankan dengan cerdas, berhati nurani, dan berpihak kepada kepentingan masyarakat luas. Tidak ada gunanya otonomi jika masih terjadi dehumanisasi atas rakyat sendiri. Semoga tulisan ini ada manfaatnya.

Download Full Artikel : unitmanajemenberbasismasyarakat.pdf

Post a comment