Ekonomi Politik Konservasi Sumberdaya Hutan

1

Apabila kita semua pernah membaca sebuah buku dari Nancy Peluso berjudul Rich Forest Poor People pastilah akan muncul rasa penasaran, mengapa buku tersebut muncul. Buku tersebut telah dipublikasi sekitar 15 tahun yang lalu, dan anehnya tidak banyak orang yang berkecimpung di sumberdaya alam yang membaca buku tersebut sampai habis tuntas. Buku ini ditulis dengan data-data sejak zaman kolonial belanda sampai zaman pemerintahan orde baru sedang berjaya. Kajian yang bertema sosial dan antropologis ini menyajikan informasi yang sangat tidak pernah dibayangkan oleh ahli-ahli kehutanan domestik di Indonesia. Hampir di semua kampus yang ada ilmu kehutanan dan Departemen Kehutanan pada saat itu (1970-1990) membanggakan model-model eksploitasi hutan yang dilakukan oleh HPH, tetapi terendus aroma tidak sedap datang dari sistem pengelolaan hutan yang paling tua di Jawa yang dipangku oleh Perhutani, bahwa banyak sekali rakyat miskin yang hidup di sekitar hutan negara di Jawa, hutan yang kaya karena komoditi jati, hutan yang dikelola dengan cara yang feodalistik. Produksi kayu jati terus meningkat dengan memperluas areal penebangan, pendapatan perisahaan Perhutani meningkat juga, sementara benefit dari eksploitasi tersebut tidak adal yang “menetes” langsung ke masyarakat. Nancy mengatakan something wrong dalam sistem pengelolaan hutan di Jawa, sebab pada waktu itu belum ada istrumen kebijakan pengelola hutan yang menjamin adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Instrumen meningkatkan kesejahteraan masyarakat sangat ditentukan oleh sikap pimpinan, bukan sikap sistematis yang dituangkan dalam sistem Perhutani.

Disinilah kita tahu bahwa pembangunan sumberdaya hutan di Jawa menimbulkan paradoks, dia menimbulkan bekas luka yang menghitam dan sukar dikembalikan ke bentuk semula. Satu sisi jargon pembangunan seolah-olah melakukan perubahan tetapi pihak lain menindas kelompok orang yang terpinggirkan. Masyarakat yang tergusur pemukimannya di Jakarta menganggap bahwa mereka korban pembangunan. Seorang pemborong bangunan, jalan raya , dan reboisasi menjadi “kaya” hidupnya karena berkah pembangunan. Macam-macam pendapat orang tentang pembangunan. Apa artinya pembangunan? Pembangunan adalah usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warganya terutama sekali bidang material. Dengan benar jika ada orang mengatakan bahwa pembangunan itu sesungguhnya merupakan kemajuan yang dicapai oleh sebuah masyarakat di bidang ekonomi. Ukuran pembangunan antara lain (a) kekayaan rata-rata dengan ukuran seperti GNP (gross national product), PDB (Produk domestik bruto). (b) Pemerataan, dan (c) Kualitas kehidupan (dengan ukuran rata-rata harapan hidup, setelah umur 1 tahun, rata-rata jumlah kematian bayi, dan rata rata prosenrase buta dan melek huruf. (d) Kerusakan lingkungan; dan (e) Keadilan sosial dan kesinambungan.

Pendekatan ekonomi politik konservasi sumberdaya hutan masih belum menjadi “domein” penting dalam pembangunan sumberdaya hutan di Indonesia. Taman Nasional sering menjadi pilihan model pengelolaan kawasan konservasi sumberdaya hutan di Indonesia oleh pemerintah. Sayangnya konsep Taman Nasional ini bukan konsep orsinil Indonesia, tetapi meminjam konsep barat dan negara-negara maju, yang konteks politik, sosial ekonomi, dan sosial budaya, seluruhnya berbeda dengan Indonesa, tentu berbeda dengan Jawa Tengah, dan pastilah berbeda dengan situasi yang dihadapi oleh desa-desa di lereng Timur Merbabu.

Alternatif yang dapat dipilih untuk mengembangkan kawasan lereng Timur Merbabu yang berbatasan dengan 12 desa dan puluhan ribu jiwa penduduk adalah meneguhkan pilihan pembangunan kawasan lestari yang dipandu oleh pendekatan ekonomi politik konservasi kawasan Merbabu (integrasi kawasan rakyat dan kawasan negara). Wujud tindakan pengelolaan kawasan tersebut mengikuti paradigma CBFM dengan strategi utama menerapkan model CI (kolaborasi para pihak). Indikator yang digunakan dalam mewujudkan CI tersebut adalah mengembangkan kriteria dan indikator lokal dan pada hal-hal tertentu kriteria dan indikator lokal tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip universal.

Ketentuan konservasi dalam tata aturan perundang-undangan di Indonesia yang terkait dengan konservasi sifatnya sangat global dan lebih kuat pada paradigma “mono interpretatif” dan sangat berat pada memperjuangkan kepentingan negara dan pemerintah, belum seimbang dengan kepentingan masyarakat kecil dan miskin, yang akses pada sumberdaya hutannya lemah. UU Kehutanan dalam konteks konservasi belum menerima eksistensi manusia / masyarakat sejajar dengan elemen ekosistem lainnya (hewan dan vegetasi), manusia masih dipandang sebagai ” the other” (makhluk asing dan makhluk lain dalam ekosistem hutan). Pandangan ini merupakan mitos lama yang harus disempurnakan. Kini saatnya rakyat angkat bicara untuk menentukan kawasan konserasi lingkungan mereka sendiri, tanpa tekanan dan kepentingan yang mengatasnamakan “globalisasi” tetapi anti rakyat. Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat membuka mata dan hati kita semua betapa pentingnya kawasan konservasi yang dibangun secara demokratis, adil dan berkelanjutan.

Download Full Artikel : ekonomipolitiksdh.pdf

Comments (1)

Undang-undang d Bidang Kehutanan sangat mash lemah…. perlu ada perubahan… sehingga cukong-cungkong d hukum seberat-beratnya…. Banjir yg terjadi d kota wasior it bukan bencana alam tp karna hutannya semakin gundul… hal ini karena perambahan hutan… yg hrs bertanggung jawab adalah Hak Pengusaha Hutan….

Post a comment