Perkembangan ilmu dan perkembangan pengetahuan sudah merupakan kebutuhan manusia saat ini. Sejarah berkembangnya suatu ilmu pengetahuan di dunia ini sejak zaman Yunani kuno dahulu selalu dimulai dari berbagai macam krisis sosial, alam semesta dan bio-organik yang mempengaruhi kehidupan anak manusia di jagad raya ini. Thomas S. Kuhn dalam bukunya The Structure of Scientific Revolutions banyak menceritakan berbagai perubahan paradigma ilmu pengetahuan mulai dari klasik sampai modern. Kuhn sangat cerdas menggambarkan bagaimana terjadinya sebuah perubahan “sains” baik secara perlahan maupun secara cepat (revolusioner). Perubahan paradigma ilmu itu tidak dapat dicegah karena tuntutan zaman, dan oleh karena itulah perubahan dalam arti luas dalam sebuah disiplin ilmu pengetahuan bukan merupakan hal yang tabu, tetapi sudah merupakan satu keniscayaan tersendiri. Membaca bukunya Kuhn tersebut telah memberikan ilham agar mencoba merefleksikan hal-hal yang bersifat filsafati ke dalam berbagai perubahan paradigma dalam rumpun pengetahuan ilmu-ilmu kehutanan.
Seharusnya setiap pengetahun berkembang di dunia ini dilandasi dan didukung oleh pandangan esensi dan hakikat yang ada di dalam pengetahuan baru tersebut. Pertanyaan seperti: “ mengapa pengetahuan baru tersebut ada dan perlu ? Apa hakikat yang akan dicapai dalam pengetahuan baru tersebut? Apa obyek dan subyek dari pengetahuan tersebut? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang perlu di jawab jika sebuah pengetahuan akan dikonstruksikan menjadi pengetahuan yang ilmiah dan dapat diterima oleh khalayak umum. Pandangan filsafat akan pengetahuan tersebut belum sepenuhnya berkembang di dalam kontek pengembangan ilmu-ilmu pendukung ilmu kehutanan di Indonesia.
Filsafat pengetahuan (epistemologi) hampir tidak berkembang dalam khasanah ilmu-ilmu kehutanan di Indonesia. Thesis saya justru sangat besar kecenderungan berkembangnya cabang-cabang pengetahuan di Indonesia secara umum juga tidak dilandasi oleh epistemologinya, sehingga terkesan pengetahuan yang berkembang di Indonesia itu hanya sebagai ilmu “foto copy” model barat, yang tidak dikonstruksi dari sistem sosial budaya sendiri. Karena itu banyak masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh bangsa Indonesia sendiri sebab esensi ilmu pengetahuan yang dikembangkan belum diratifikasi di Indonesia. Apakah karena hal seperti ini pula, bangsa Indonesia masih tertinggal dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibanding negara lainnya di dunia ini. Ada gejala yang lebih berbahaya lagi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah bahwa ilmu filsafat hanya dipandang sebagai milik fakultas Filsafat, sementara cabang pengetahuan lainnya tidak menganggap epistemologi dan filsafat ilmu sebagai kebutuhan, termasuk di sini adalah ilmu-ilmu kehutanan, dimana banyak cabang pengetahuan berkembang tetapi tidak didukung oleh epistemologinya, sehingga sering sekali kehilangan arah perkembangannya.
Tulisan ini adalah sebuah pemikiran awal yang terkait dengan bagaimana pandangan epistemologi digunakan untuk mengkonstruksi dan memposisikan satu cabang pengetahuan alternatif dalam sistem pengelolaan sumberdaya hutan.. Pengetahuan yang relatif baru ini dikenal dengan sebutan Community Forestry (kehutanan masyarakat). Istilah ini sering juga jumbuh dengan istilah paradigma Social Forestry (kehutanan sosial). Dalam tulisan ini istilah yang digunakan adalah kehutanan masyarakat, sebab secara substansial kedua istilah tersebut merefleksikan semangat dan sendi-sindi tujuan dan proses yang sama. Kendatipun di dalam praktik sehari-hari di tengah masyarakat kegiatan kehutanan masyarakat (komuniti forestri) ini sudah ada, dan banyak sudah literatur yang mendokumentasikan proses-proses bagaimana paradigma ini muncul dan ada ditengah masyarakat, tetapi belum ada satupun tulisan yang khusus menggambarkan pandangan epistimologi komuniti forestri. Karya tulis ini berusaha mengisi kekosongan akan hal tersebut. Tulisan ini dimaksudkan untuk memperkuat perspektif komuniti forestri sehingga pengetahuan ini layak didudukkan sejajar dengan pengetahuan lainnya, tentu setelah pengetahuan ini terbukti dapat terkonstruksi secara ilmiah. Tulisan ini awal menuju pencaharian basis-basis ilmiah dari komuniti forestri.
Download Full Artikel : epistemologikomunitiforestri.pdf
Daftar Bacaan
- Awang, S. 1997. Pemahaman Tentang Kehutanan Sosial. Yogyakarta.
- Bodner, M . (1986). Constructivism: A Theory of Knowledge”. Journal of Chemical Education, 63 (10): 873 – 878.
- Foley, G and Barnard, G. 1984. Farm and Community Forestry. International Institute for Environment and Development. Technical Report No.3.
- London FAO, 1992. Community Forestry : Ten years in Review. Community Forestry Note No.7.
- Rome Hadi, P.H. 1994. Epistemologi : Filsafat Pengetahuan. Kanisius, Yogyakarta.
- Munggoro, D.W. 1998.Sejarah dan Evolusi Pemikiran Kumuniti Forestri.Seri Kajian Komuniti Forestri, Seri 1 tahun 1 Maret 1998.
- Suriasumantri, J.S. 1999. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. C.V. Suliasari, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
- Suparno, P, 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius, Yogyakarta.