Masa Depan Hutan Papua

Category : Makalah

Propinsi Irian Jaya (sekarang Propinsi Papua) telah menerima dampak dan akibat dari kebijakan nasional pada masa yang lalu. Pemerintah daerah dan masyarakat (termasuk masyarakat adat) secara “terpaksa” selama orde baru menerima apapun keputusan tentang pemanfaatan sumberdaya alam oleh pemerintah pusat. Kasus yang setiap anak bangsa ini tahu adalah pertambangan Freeport dan kasus eksploitasi hutan oleh HPH di Papua. Sistem eksploitasi yang dilakukan oleh pemerintah pusat tersebut berdampak kepada :

  • dirasakan adanya kesewenang-wenangan pemerintah pusat terhadap daerah dalam hal pemberian izin dan pemanfaatan ekonomi ;
  • pemda dan masyarakat merasa adanya faktor ketidakadilan dalam pembagian manfaat antara pusat dan daerah, khususnya bagi daerah-daerah yang telah menjadi mesin pencetak uang seperti Papua;
  • pemerataan dan pemberdayaan kepada pemerintah daerah dan masyarakat dalam arti luas di Papua selama orde baru tidak terjadi. Misalnya saja dari aspek pembangunan infrastruktur sosial dan dukungan pengembangan sumberdaya manusia yang sangat kurang;
  • terpinggirkannya masyarakat adat dalam proses pembangunan. Sangat sering terjadi hak-hak masyarakat adat dianggap tidak ada dan karena itu pemerintah pusat dengan segala kebijakan SDA nya tidak memperhatikan kepentingan rakyat yang bersifat khusus.

Di era desentralisasi dan otonomi daerah ini besar peluang untuk melakukan penataan ulang terhadap pengurusan, peruntukan, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam (hutan khususnya). Masalahnya adalah siapa yang berani mengambil sikap konfrontatif atau koordinatif dalam menata ulang sistem pengelolaan sumberdaya hutan di Papua. Dukungan politik paling kuat yang dimiliki oleh masyarakat papua sekarang ini adalah munculnya kesadaran pemerintah pusat bahwa pemerintah daerah dan masyarakat Papua harus diberi kedaulatan dalam pemanfaatan sumberdaya alamnya untuk kepentingan masyarakat, daerah, dan nasional. Konsep Berbagi manfaat secara berkeadilan harus didorong oleh pemerintah pusat.

Sisi yang lain semua orang tahu bahwa Propinsi Papua telah memiliki UU Otonomi sendiri, yang segera harus dikonsultasikan kepada publik di Papua secara transparan, berkeadilan, dan demokratis. Semua keuatan sosial politik dan budaya harus dilibatkan dalam proses-proses publik tersebut. Jika hubungan pemerintah daerah dengan publik tidak dibangun dengan prinsip-prinsip demokrasi maka diktator baru akan muncul dari oknum-oknum yang ada di pemerintah daerah. Apa gunanya otonomi jika hanya berhenti pada otonomi institusi. Otonomi harus menjangkau sampai otonomi pedesaan secara luas. Distribusi asset lahan secara merata kepada rakyat adalah keniscayaan di dalam membangun ekonomi kerakyatan di Papua. Inilah persoalan yang harus diatur dalam pelaksanaan otonomi daerah khususnya otonomi pengelolaan sumberdaya hutan (otoda PSDH).

Masa depan keberhasilan pengelolaan sumberdaya hutan di Papua harus mengambil pelajaran penting dari sistem pengusahaan hutan yang dijalankan sejak tahun 1970-an melalui model HPH. Pelajaran penting itu berkaitan dengan pendekatan dan dampak yang dihasilkan dari pendekatan tersebut. Semua hal yang bersifat positif selama model HPH dilaksanakan tentu dapat dipetik untuk kepentingan masa yang akan datan. Tetapi sebaliknya dampak negatif dan semua kekuarangan yang terdapat dalam model HPH harus segera ditinggalkan dan dilupakan untuk selama-lamanya.

Pendekatan “berbasis masyarakat” dalam pendekatan membangun sumberdaya hutan di Propinsi papua pada mas yang akan datang merupakan pilihan yang niscaya (tidak dapat ditolak) lagi, sebab di papua hubungan kultural masyarakat dengan sumberdaya hutan ibaratkan anak bayi dengan ibunya, dimana sang bayi dapat hidup dengan sehat dan kuat ketika meminum air susu ibunya. Ketika hubungan kultural tersebut di putus atau ditiadakan maka hal ini akan menimbulkan dampak bagi kehidupan sang bayi tersebut. Hubungan emosional-kultural itu yang menyebabkan sistem pengelolaan SDH Papuan harus berbasiskan pada kepentingan masyarakat dalam arti khusus dan dalam arti luas. Dalam pengertian ini tidak berarti bahwa para pengusaha bukan masyarakat, sebab mereka juga masyarakat, hanya saja Papua memerlukan pengusaha yang berpihak kepada masyarakat papua pada umumnya dan masyarakat sekitar hutan pada khususnya. Mudah-mudahan kertas kerja ini dapat menjadi bahan diskusi dan menambah wawasan semua pihak.

Download Full Artikel : masadepanhutanpapua.pdf